Jangan Umbar Urusan Ranjangmu pada Orang Lain!
HARI itu, Arif Budiman (bukan nama sebenarnya) telah mulai masuk kantor setelah lebih dari seminggu cuti karena telah mengakhiri masa lajang dan menikah dengan gadis pilihannya.
Baginya, masuk kantor pertama kali setelah pernikahan, ibarat menjadi mahasiswa baru yang mendapat perpeloncoan. Ia mengaku heran, mengapa hari itu semua ingin saja mau tahu urusan ranjangnya.
“Hei, gimana malam pertamanya? Seru gak?,” demikian ujar Agus, salah satu teman bagian pemasaran.
“Bagi-bagi dong, ceritanya, “ tambah teman lainnya.
Di saat istirahat, rupanya mereka semua ngerumpi seolah ingin melanjutkan cerita ranjang itu. Bahkan, tak jarang, sahabat yang telah lama menikah, ikut membagi-bagi cerita yang disebutnya ‘tips memuaskan istri’.
Ini hanya secuil kasus yang terjadi di masyarakat. Selama, tiga kali penulis pindah kantor, hal-hal seperti kerap terjadi, seolah bukan masalah serius.
Tak hanya kalangan pria, kalangan wanita juga tak kalah hebatnya. Jika sudah bertemu dan ngerumpi, mereka juga saling bercerita urusan ranjangnya pada teman-teman yang lain.
Kadangkala, atas nama hubungan pertemanan dan kedekatan, seseorang dengan tenangnya menceritakan kehidupan rumah tangganya pada oranglain, termasuk urusan di atas tempat tidur.
Padahal dalam Islam, Allah mencela perbuatan seperti ini. Dr. Yusuf al-Qardhawi dalam Kitabnya yang berjudul, “Al-Halal Wal Haram Fil Islam” mengutip bahasan ini.
Dalam Islam, di antara rahasia yang harus dijaga para suami dan istri selain harta adalah menceritakan urusan ranjang suami-istri kepada orang lain. Karena itu, ia tidak boleh menjadi pembicaraan di forum, atau obrolan malam di tempat-tempat berkumpul bersama, baik laki-laki maupun perempuan.
Dalam sebuah hadits dikatakan,
“Sesungguhnya orang yang paling buruk kedudukannya di hari kiamat nanti adalah suami yang memberitahukan kepada istrinya dan istrinya memberitahukan kepada suaminya, kemudian ia menyebarkan rahasia istrinya itu.” (HR. Muslim dan Abu Daud).
Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
إِنَّ مِنْ أَشَرِّ النَّاسِ عِنْدَ اللهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ الرَّجُلَ يُفْضِي إِلَى الْمَرْأَةِ وَتُفْضِي إِلَيْهِ ثُمَّ يَنْشُرُ سِرَّهَا)) رَوَاهُ مُسْلِمٌ
“Termasuk orang yang paling jelek di sisi Allah kedudukannya pada hari kiamat yaitu lelaki yang menggauli istrinya dan istrinya menggaulinya, kemudian lelaki itu menyebarkan rahasianya.” (HR. Muslim)
Imam Nawawi menjelaskan hadits ini dengan mengatakan, bahwa dalam hadits ini diharamkan seorang suami menyebarkan apa yang terjadi antara dia dan istrinya dari perkara jima’. Juga diharamkan menyebutkan perinciannya , serta apa yang terjadi pada istrinya baik berupa perkataan maupun perbuatan dan yang lain”.
Dari Abu Hurairah ra. Ia berkata, “Rasulullah saw. shalat bersama kami. Setelah salam, beliau membalikkan badannya ke arah kami lalu bersabda, “tetaplah berada di tempat duduk kalian masing-masing, adakah di antara kalian orang yang bila mendatangi istrinya menutup pintu dan gorden, kemudian keluar dan menceritakan kepada orang lain dan mengatakan, “Aku telah melakukan begini dan begitu dengan istriku, dan melakukan ini dan itu bersamanya?” ‘mereka semua terdiam. Kemudian beliau menghadap ke arah kaum perempuan dan bersabda, “Adakah di antara kalian yang menceritakannya?” Maka berdirilah seorang gadis berdada montok dengan salah satu lututnya dan mendongak supaya dapat dilihat Rasulullah saw. dan didengar perkataannya. Ia berkata, “Benar, demi Allah, mereka membicarakannya.” Maka beliau saw. bersabda, “Tahukah kalian apa perumpamaan orang yang melakukan itu adalah seperti halnya setan laki-laki dan setan perempuan. Salah seorang di antaranya bertemu pasangannya itu di sebuah lorong, kemudian ia melampiaskan hajadnya kepadanya dan orang-orang pun menyaksikannya.” (HR. Ahmad, abu Daud, dan Bazzar).
Perumpamaan Nabi yang keras ini seharusnya menjadi peringatan pada kita semua dalam urusan rahasia ranjang kita.
Berbeda dengan agama lain, Islam sangat menjaga pernikahan kaum Muslim. Ikatan pernikahan kaum Muslim diibaratkan sebuah perjanjian yang kuat. Sehingga antara keduanya memiliki perjanjian kuat (al–mlitsaq al-ghalizha) yang tak boleh dikhianati secara seenaknya.
Karenanya, Allah berfirman;
“Dan mereka ( istri istrimu ) telah mengambil darimu perjanjian yang kuat.“ [an Nisa:21]
Wahai para suami dan para istri, sesungguhnya hubungan antara engkau dan istrimu adalah hubungan yang kuat dan suci. Hargailah kesucian itu dengan cara menjaga rahasianya!*
AF.I. Maulana & Binti Djazuli. Penulis Suami-istri, dengan empat orang anak
Sumber: www.hidayatullah.com
0 Comments