PADA saat saya hendak menikah, saya rutin datang ke sebuah pengajian yang diasuh oleh alumni pesantren milik Prof. Dr. Sayid Muhammad bin Alwi Al-Maliki-Makkah, Ustad Muhammad bin Idrus Al Haddad. Selesai pengajian para jamaah bersalaman mencium tangan sang ustad satu persatu, termasuk diri saya.
Saat saya bersalaman dengannya, beliau yang sebelumnya telah mengetahui rencana pernikahan saya, memberikan suntikan semangat untuk jangan takut dalam menghadapi kehidupan berumah tangga, utamanya dalam soal rezeki. Kata beliau, “Kalo ente mau kaya, ya menikahlah,” ujarnya sembari mengutip hadits Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم), “Carilah rezeki lewat jalan nikah.”
Ungkapan beliau membuat saya optimis menyongsong hari H pernikahan, namun yang masih menjadi ganjalan di hati, seperti apa bunyi lengkap hadits tersebut?
Kurang lebih dua tahun saya mengakrabi buku-buku yang berbicara tentang bagaimana berumah tangga yang baik, menjadi suami yang baik, menjadi istri yang baik, dan sebagainya, tapi tak juga mememukan hadits yang dimaksud.
Sampai suatu ketika ketika ada Islamic Book Fair di awal bulan Desember, saya mengunjungi stan buku “Darul Kutub Al-Islamiyah”, di situ saya memborong beberapa buah buku, salah satunya berjudul “Tanqiihul Qaul fi Syarhi Lubaabil Hadits”. Kitab ini merupakan Syarah kitab Imam Suyuthi berjudul “Lubaabul Hadits”, yang ditulis oleh Syeikh Muhammad Nawawi Al-Bantani.
Setelah saya “obok-obok” sejenak daftar isinya, mata saya tertuju pada sebuah sub judul yang berbunyi “Fi Fadhiilatin Nikaah” (Keutamaan menikah) yang terletak di bab ke-limabelas halaman 104.
Saya buka dan alhamdulillah, rasa penasaran yang menggelayut di benak tentang bunyi hadits yang disampaikan oleh Ustad Muhammad di atas, menjadi sirna seketika. Ya, saya berhasil menemukannya!
Bunyi lengkapnya, Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) bersabda, “Iltamisur Rizqa Bin Nikaah.” Menurut Syeikh Nawawi, sang komentator kitab ini, “Sesungguhnya menikah itu mendatangkan keberkahan dan mengalirkan rezeki, bila niatnya telah benar.” Hadits ini diriwayatkan oleh Dailami dari Sayidina Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu.
Selain itu, saya juga membaca hadits lainnya dalam bab yang sama yang diriwayatkan oleh Al-Bazzar. Bunyinya, “Tazawwajuu Ya`tiyannakum bil Amwaal.” (Menikahlah, niscaya Allah akan mendatangkan pundi-pudi harta kepada kalian).
Dalam lafad hadits yang lain, “Ar Rizqu Yazdaadu bin Nikaah (rezeki akan semakin bertambah dengan menikah).”
Sungguh kenyataan yang membuat hati saya bergembira tak terkira.
Mengapa?
Pertama, karena mendapatkan ilmu yang memantapkan hati saya dalam berumah tangga yang baru berjalan 2 tahun lebih ini.
Jujur saja, saya sebelumnya sempat bimbang bahkan pusing tujuh keliling soal yang satu ini, nafkah.
Sebelum menikah, saya terkadang masih mendapat “subsidi” dari sang bunda untuk memenuhi kebutuhan kuliah, bensin, SPP, dan kebutuhan sehari-hari lainnya. Tak terbayangkan, jika saya menikah kelak, apakah saya sanggup mengatasi kegamangan soal nafkah.
Kedua, saya telah membuktikan sendiri. Segala puji hanya milik Allah Subhanahu wa-ta'ala (سبحانه و تعالى), setelah menikah saya memiliki rumah sendiri tinggal bersama istri dan anak semata wayang, mampu membeli laptop yang harganya berkisar 4-5 jutaan. Saya bahkan mampu membeli sepeda motor yang kedua kalinya, meski mencicil.
Di luar nalar dan akal saya, begitu ajaibnya, tak terhitung sudah berapa kali saya PP Malang-Banjarmasin untuk mengantarkan istri pulang kampung.
Bagi saya, dengan kemampuan financial (keuangan) yang saya miliki, sesungguhnya saya belum mampu melakukan itu semua.
Ketiga, kenyatan ini dapat memberikan dorongan kepada pemuda yang ragu-agu untuk menikah, agar segera lekas melangsungkannya. Soal rezeki, Allah pasti telah menjadwalkannya dengan sangat teliti.
Kembalikan pada keyakinan di hati kita, bahwa rezeki itu bukan dari kita, tapi dari Allah selagi kita mau berusaha dan beikhtiyar.
Menikah benar-benar mendatangkan keberkahan, mengalirkan rezeki, dan pundi-pudi harta.
Hindari Keraguan
Hanya saja, sering kali para pemuda/pemudi menunda-nunda menikah dengan berbagai alasan yang beragam. Di saat hati terus ditima keraguan, di saat yang sama, sesungguhnya umur terus bertambah.
Untuk menghilangkan keraguan dan mengokohkan niat, marilah kita ingat, bahwa sesungguhnya tujuan dari menikah sesungguhnya adalah ibadah.
Allah Subhanahu wa-ta'ala (سبحانه و تعالى) berfirman;
وَأَنكِحُوا الْأَيَامَى مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِن يَكُونُوا فُقَرَاء يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan perempuan yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Qs. An-Nur [23] : 32).
Dari banyak buku, telah saya dapati banyak hadits Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) mengenai anjuran menikah.
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) bersabda.
"Jika seorang hamba menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya; oleh karena itu hendaklah ia bertakwa kepada Allah untuk separuh yang tersisa."
Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) juga pernah bersabda;
"Barangsiapa yang dipelihara oleh Allah dari keburukan dua perkara, niscaya ia masuk Surga: Apa yang terdapat di antara kedua tulang dagunya (mulutnya) dan apa yang berada di antara kedua kakinya (kemaluannya)."
Betapa baiknya Allah Subhanahu wa-ta'ala (سبحانه و تعالى). Menikah membuat kita senang dan gembira, dijamin “kaya” dan dijanjikan surga. Lantas, apa yang masih menjadi ganjalan Anda semua untuk menikah?*
Penulis staf pengajar di Ponpes. Darut Tauhid, Malang- Jawa timur
0 Comments